Penyakit apapun yang diderita manusia, hanya Allah yang bisa menyembuhkanya
Dan Jika Aku Sakit, Dialah yang Menyembuhkanku
Maka penyakit hati itu pangkalnya ada dua, yaitu syubhat dan syahwat. Dari kedua hal inilah bercabang semua penyakit, dan amat sedikit orang yang mengetahuinya kecuali yang dirahmati Robb-nya. Ibnu ‘Utsaimin berkata, “…penyakit-penyakit (yang menyerang) agama yang porosnya adalah syubhat dan syahwat.”
Setiap Penyakit Pasti Ada Penawarnya
Hal lain yang seyogyanya diketahui oleh seorang muslim adalah tidaklah Allah menciptakan suatu penyakit kecuali Dia juga menciptakan penawarnya. Hal ini sebagaimana yang disabdakan, Rasulullah:
Allah berfirman menceritakan kekasih-Nya, Ibrahim ‘alaihissalam,
Maka obat dan dokter hanyalah cara
kesembuhan, sedangkan kesembuhan hanya datang dari Allah. Karena Dia
sendiri menyatakan demikian, “Dialah yang menciptakan segala sesuatu.”
Semujarab apapun obat dan sesepesialis dokter itu, namun jika Allah
tidak menghendaki kesembuhan, kesembuhan itu juga tidak akan didapat.
Bahkan jika meyakini bahwa kesembuhan itu datang dari selain-Nya,
berarti ia telah rela keluar dari agama dan neraka sebagai tempat
tinggalnya kelak jika tidak juga bertaubat. Dan fenomena ini kerap
dijumpai di banyak kalangan, entah sadar atau tidak. Seperti ucapan
sebagian orang, “Tolong sembuhkan saya, Dok .” Meski kalimat ini amat
pendek, namun akibatnya sangat fatal, yaitu dapat mengeluarkan
pengucapnya dari Islam. Sepantasnya setiap muslim berhati-hati dalam
setiap gerak-geriknya agar ia tidak menyesal kelak.
Berobat dengan Wahyu
Maka berikut adalah masing-masing obat yang ditawarkan syariat, tentu secara ringkas.
Allah Ta’ala berfirman,
Kedua, yaitu
obat penyakit kongkrit (hissi).
Yang menarik di sini adalah pengalaman dan pengakuan Ibnul Qayyim dalam kedua bukunya, Zadul Ma’ad (4: 178) dan Ad Da’ wad Dawa’ (hal. 23), “Suatu ketika aku pernah jatuh sakit namun aku tidak menemui dokter atau obat penyembuh. Lantas aku berusaha mengobati diriku dengan surat Al Fatihah, aku pun melihat pengaruh yang sangat menakjubkan. Aku mengambil segelas air zamzam dan membacakannya surat Al Fatihah berulang kali, lalu aku meminumnya sehingga aku mendapatkan kesembuhan total. Selanjutnya aku bersandar dengan cara seperti itu dalam mengobati berbagai penyakit dan aku mendapatkan manfaat besar. Kemudian aku beritahukan orang banyak yang mengeluhkan suatu penyakit dan banyak dari mereka yang sembuh dengan cepat.”
Contoh meruqyah dengan dzikir yang diajarkan Rasulullah
Ayat Alquran Tentang Sakit Ayat Tentang Sakit Ayat Alquran Tentang Penyakit Hadist Tentang Sakit Menyikapi Sakit Dalam Islam Sesuatu yang tidak akan dipungkiri siapa pun adalah kehidupan ini tidak
hanya dalam satu keadaan. Ada senang, ada duka. Ada canda, begitu juga
tawa. Ada sehat, namun juga adakalanya sakit. Dan semua ini adalah
sunnatullah yang mesti dihadapi orang manapun.
Di antara hal yang
paling menarik dalam hal ini adalah di mana seorang manusia menghadapi
ujian berupa sakit. Tentu keadaan sakit ini lebih sedikit dan sebentar
dibanding keadaan sehat. Yang perlu diketahui oleh setiap muslim adalah
tidaklah Allah menetapkan (mentaqdirkan) suatu taqdir melainkan di balik
taqdir itu terdapat hikmah, baik diketahui ataupun tidak. Dengan
demikian, hati seorang muslim harus senantiasa ridho dan pasrah kepada
ketetapan Rabb-nya.Saat seseorang mengalami sakit, hendaknya ia
menyadari bahwa Rasulullah yang merupakan manusia termulia sepanjang
sejarah juga pernah mengalaminya. Bahkan dengan adanya sakit,
banyak orang menyadari kekeliruannya selama ini sehingga sakit itu
mengantarkannya menuju pintu taubat. Justru ketika sakit itu tidak ada,
malah membuat banyak orang sombong dan congkak. Lihatlah Fir’aun yang
tidak pernah Allah timpa ujian sakit sepanjang hidupnya, membuatnya
sombong terlampau batas sampai sampai berani menyatakan,
- “Akulah tuhan tertinggi kalian!” (QS. An Nazi’at: 24)
Allah ‘Azza wa Jalla
berfirman (yang artinya),
- “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (para rasul) kepada umat-umat sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan kesengsaraan dankemelaratan agar mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.” (QS. Al An’am: 42)
Tidak heran jika ada
sebagian orang saat tertimpa musibah malah justru bergembira
sebagaimana bergembira ketika mendapat kelapangan. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
- “…dan sesungguhnya salah seorang mereka benar-benar merasa gembira karena mendapat cobaan, sebagaimana salah seorang mereka merasa senang karena memperoleh kelapangan.” (HR Ibnu Majah dan Al Hakim, beliau berkata, “Shahih menurut syarat Muslim.” Disepakati oleh Adz Dzahabi)
Agar sakit itu berbuah kebahagiaan, bukan keluh kesah, hendaknya
seorang muslim mengetahui janji-janji yang Allah berikan, baik dalam Al
Quran maupun melalui lisan Rasul-Nya, Muhammad Allah Ta’ala
berfirman (yang artinya),
- “Katakanlah (Muhammad), ‘Tidak akan menimpa kami kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang beriman harus bertawakal.’” (QS. At Taubah: 51). Juga firman-Nya,
- “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS Al Hadid: 22-23)
- “Tidaklah seorang muslim yang tertimpa gangguan berupa penyakit atau semacamnya, kecuali Allah akan menggugurkan bersama dengannya dosa-dosanya, sebagaimana pohon yang menggugurkan dedaunannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
- “Bencana senantiasa menimpa seorang mukmin dan mukminah pada dirinya, anaknya, dan hartanya sampai ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada kesalahan pada dirinya.” (HR. At Tirmidzi, dan beliau berkomentar, “Hasan shahih.”, Imam Ahmad, dan lainnya)
- “Sesungguhnya besarnya pahala itu berbanding lurus dengan besarnya ujian. Dan sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka. Siapa yang ridha, baginya ridha(Nya), namun siapa yang murka, maka baginya kemurkaan(Nya).” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Dua Jenis Penyakit Menurut anggapan mayoritas orang, yang dianggap penyakit hanyalah
penyakit yang menimpa badan secara nyata seperti demam, batuk, flu, dan
seterusnya. Namun tahukah Anda, bahwa ada penyakit lain yang seharusnya
lebih mendapatkan perhatian dan penanganan? Itulah penyakit hati. Syaikh
Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan dalam sebuah
pertemuannya dengan para dokter,
- “Wahai saudara-saudaraku, penyakit itu ada dua, yaitu penyakit hati, inilah penyakit maknawi (abstrak), dan yang kedua adalah penyakit jisim, inilah penyakit hissi (kongkrit). Jenis pertama harus lebih utama diperhatikan dan ditangani karena ia mengakibatkan kebinasaan abadi.” (Irsyadat lith Thabibil Muslim 05: 34 – 06: 04)
Maka penyakit hati itu pangkalnya ada dua, yaitu syubhat dan syahwat. Dari kedua hal inilah bercabang semua penyakit, dan amat sedikit orang yang mengetahuinya kecuali yang dirahmati Robb-nya. Ibnu ‘Utsaimin berkata, “…penyakit-penyakit (yang menyerang) agama yang porosnya adalah syubhat dan syahwat.”
Setiap Penyakit Pasti Ada Penawarnya
Hal lain yang seyogyanya diketahui oleh seorang muslim adalah tidaklah Allah menciptakan suatu penyakit kecuali Dia juga menciptakan penawarnya. Hal ini sebagaimana yang disabdakan, Rasulullah:
- “Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan penawarnya.” (HR Bukhari).
- “Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat itu tepat untuk suatu penyakit, penyakit itu akan sembuh dengan seizin Allah ‘Azza wa Jalla.”
Allah berfirman menceritakan kekasih-Nya, Ibrahim ‘alaihissalam,
- “Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku.” [QS Asy Syu’ara: 80]
Di surat Al An’am (ayat: 17)
- “Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.”
Berobat dengan Wahyu
Banyak orang ketika tertimpa sakit lari kesana-kemari mencari
kesembuhan. Setiap orang akan mencari dokter sepesialis terhebat di
negerinya bahkan di seluruh dunia sekalipun demi mendapatkan kesembuhan.
Berapa pun biayanya akan dibayarnya meski harus berhutang. Celakanya
ada sebagaian orang yang masih percaya kepada dukun si penipu yang malah
menjerumuskannya ke dalam lobang kesyirikan yang mengeluarkan dari
agama. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Rasulullah
beliau bersabda:
- “Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lantas ia membenarkan perkataannya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan pada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam” (HR. Ahmad dalam Al Musnad, Al Hakim dalam Al Mustadrak –dan ia menilainya shahih dengan syarat Al Bukhari & Muslim-, dan Al Baihaqi)
Tentu usaha untuk mendapatkan kesembuhan itu, selama usaha-usaha itu
‘sehat’, sangat diperlukan, karena ini merupakan bagian dari tawakal.
Syaikh Shafiyyurrahma bin ‘Abdullah Al Mubarakfuri rahimahullah berkata
ketika menjelaskan hadits: “Setiap penyakit ada obatnya…” dsb., “Di
dalamnya (hadits di atas) terdapat dorongan untuk berobat dan mengambil
sebab, dan bahwasannya yang demikian itu termasuk dari taqdir Allah.
Bahkan ia termasuk menuntut taqdir-Nya jika ia berkeyakinan ia akan
sembuh dengan seizin-Nya. Yaitu seperti menolak rasa lapar dengan makan
dan haus dengan minum.” (Minnatul Mun’im syarh Shahih Muslim, 3: 457) Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menyediakan obat yang lebih baik dari
itu. Semua orang dapat memperolehnya jika ia yakin dengan sepenuhnya.
Inilah yang disebut dengan “berobat dengan wahyu.” Allah lah yang telah
menciptakan penyakit, maka tentu Dia lebih tahu apa penawar dan obatnya.
Oleh karena ada dua jenis penyakit .
Maka berikut adalah masing-masing obat yang ditawarkan syariat, tentu secara ringkas.
Al ‘Allamah
Ibnu Qayyimil Jauziyyah rahimahullah berkata,
- “Siapa yang tidak dapat disembuhkan oleh Al Quran, berarti Allah tidak memberikan kesembuhan kepadanya. Dan siapa yang tidak dicukupkan oleh Al Quran, Allah tidak akan memberikan kecukupan kepadanya.” (Zaadul Ma’ad fi Hady Khairil ‘Ibad)
Sebagaimana yang telah diterangkan di
atas bahwa penyakit hati haruslah lebih utama untuk diperhatikan dan
ditangani secara serius karena jika tidak ia akan berakibat kebinasaan
abadi, di dunia maupun di akhirat. Maka obat untuk penyakit yang satu
ini hanya didapat di dalam Al Quran Al Karim dan hadits-hadits yang sah
dari Nabi saw
.Allah Ta’ala berfirman,
- “Dan Kami turunkan dari Al Quran (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang beriman.” (QS Al Isra’: 82)
- Juga firman-Nya, “Katakanlah, Al Quran adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin.” [QS Fushshilat: 44]
- Imam Abul Fida’ Ibnu Katsir rahimahullah berkata ketika menafsirkan ayat شِفَاءٌ وَ رَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ, “Artinya menghilangkan apa yang ada di dalam hati dari penyakit-penyakit berupa keraguan, kemunafikan, kesyirikan, keberpalingan, dan kecondongan (kepada kebatilan). Maka Al Quran dapat menyembuhkan dari semua (penyakit) itu.” (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 9: 70)
- Syaikh ‘Abdurrahman As Sa’di rahimahullah berkata, “Obat penawar yang dikandung Al Quran itu umum untuk penawar hati berupa syubhat, kebodohan, pemikiran rusak, penyelewengan yang rusak, dan tujuan-tujuan buruk.” (Taisirul Karimirrahman)
- Kesembuhan hati dari penyakit-penyakit ini ditandai dengan hilangnya penyelewengan dan kerusakan yang ditimbulkan penyakit tersebut. Dan Al Quran yang Allah turunkan ini dapat menghilangkan kebodohan, keraguan, kesesatan, pemikiran nyeleneh, dan penyakit-penyakit non fisik (abstrak) lainnya. Maka siapa saja yang memiliki uneg-uneg buruk dalam dirinya, akan segera dapat ia hilangkan manakala ia mengambil obatnya dalam Al Quran dan juga sunnah. “Yang demikian itu tidak untuk setiap orang, namun hanya untuk orang-orang beriman kepadanya, membenarkan ayat-ayatnya, dan yang mengamalkannya.” (Taisirul Karimirrahman)
Adapun syahwat, maka janji (targhib) dan
ancaman (tarhib) di dalam Al Quran dan As Sunnah adalah obatnya.
Apabila ada seseorang yang hendak condong kepada dunia, hendaknya ia
memikirkan kehidupan yang lebih baik di akhirat kelak. Rasulullah
pernah bersabda,
- “Siapa yang meninggalkan sesuatu (yang haram) karena Allah, Allah akan menggantikannya dengan yang lebih baik darinya.” (HR. Abu Nu’aim dalam Al Hilyah dan Ibnu ‘Asakir dalam kitab tarikhnya dengan lafazh “ما ترك عبد شيئا لله لا يتركه إلا له، إلا عوضه الله منه ما هو خير له في دينه ودنياه”. Dalam musnad Imam Ahmad dengan lafazh “إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ”)
- “Aku memenuhi panggilan-Mu ya Allah, sesungguhnya kehidupan (hakiki) adalah kehidupan di akhirat.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)
Tentu hadits ini tidak cukup hanya dibaca, namun juga harus dicontoh
dan dipraktekkan. Jika Rasulullah yang jelas-jelas dijamin masuk surga
saja masih khawatir terjerumus ke dalam kenikmatan semu dan menghibur
diri dengan kenikmatan akhirat, bagaimana pula dengan kita yang belum
ada yang menjaminnya, tentu lebih ditekankan lagi.
Untuk obat penyakit yang menyerang
fisik, syariat telah menyediakan dua cara pengobatan yang boleh
digabungkan sekaligus, yaitu pengobatan yang bersifat abstrak ruhani dan
pengobatan dengan materi-materi tertentu.
- Pengobatan pertama adalah dengan membacakan Al Quran dan doa yang ma’tsur kepada si sakit atau yang lebih dikenal dengan ruqyah. Yang dimaksud ruqyah di sini tidak hanya sebatas ruqyah untuk orang yang terkena sihir dan guna-guna, akan tetapi untuk setiap penyakit. Pengobatan macam ini boleh jadi lebih manjur dan cepat reaksinya.
- Ketika Rasulullah mendapati ‘Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu saat perang Khaibar dalam keadaan sakit matanya, beliau pun meludahi kedua mata ‘Ali dan mendoakan kesembuhan untuknya, maka seketika itu pula sembuh seakan-akan tidak ada sakit sebelumnya. [HR Al Bukhari]
Yang menarik di sini adalah pengalaman dan pengakuan Ibnul Qayyim dalam kedua bukunya, Zadul Ma’ad (4: 178) dan Ad Da’ wad Dawa’ (hal. 23), “Suatu ketika aku pernah jatuh sakit namun aku tidak menemui dokter atau obat penyembuh. Lantas aku berusaha mengobati diriku dengan surat Al Fatihah, aku pun melihat pengaruh yang sangat menakjubkan. Aku mengambil segelas air zamzam dan membacakannya surat Al Fatihah berulang kali, lalu aku meminumnya sehingga aku mendapatkan kesembuhan total. Selanjutnya aku bersandar dengan cara seperti itu dalam mengobati berbagai penyakit dan aku mendapatkan manfaat besar. Kemudian aku beritahukan orang banyak yang mengeluhkan suatu penyakit dan banyak dari mereka yang sembuh dengan cepat.”
Contoh meruqyah dengan dzikir yang diajarkan Rasulullah
- “Dengan menyebut asma Allah, tanah bumi ini dengan air ludah sebagian di antara kami dapat menyembuhkan penyakit di antara kami dengan seizing Robb kami.” (HR. Bukhari). Doa tersebut dibaca Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam jika ada seseorang yang mengeluhkan sakit atau luka pada tubuhnya, beliau pun mengisyaratkan jarinya ke tanah, sebagaimana keterangan Sufyan, kemudian beliau mengangkatnya kembali lalu diusapkan ke tempat yang sakit.
- “Sesungguhnya di dalam habbatu sauda’ terdapat obat untuk semua penyakit kecuali kematian.” (HR. Bukhari dan Muslim). Begitu juga dengan madu, sebagaimana firman Allah Jalla wa ‘Ala,
- “Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.” (QS. An Nahl: 69)
- “Sesungguhnya sebaik-baik apa yang kalian perbuat untuk mengobati penyakit adalah dengan berbekam.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan lainnya)
Semoga shalawat beserta salam tetap tercurah kepada Muhammad, keluarga,
shahabat, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Artikel Muslim.Or.Id
No comments